GUDANG CIREBON – Di Indonesia kegiatan mendirikan bangunan merupakan bagian dari kegiatan yang diatur secara administratif. Setiap orang bisa mendirikan bangunan di atas wilayah Indonesia, namun harus dengan melewati proses perizinan atau menyelesaikan sejumlah persyaratan dokumen legal terlebih dahulu.
Salah satu yang harus diselesaikan yaitu izin bangunan atau yang biasa dikenal dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Izin ini dikeluarkan oleh kepala daerah bagi mereka yang ingin mendirikan, mengubah, memperluas, mengurangi atau merawat bangunan. Artinya, setiap orang yang ingin mendirikan bangunan, harus mengurus IMB terlebih dahulu.
Namun sejak tahun 2021, IMB, diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Perubahan itu diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2021. PP tersebut merupakan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai PBG, artikel ini akan mengulas mengenai:
- Apa itu PBG?
- Bedanya PBG dengan IMB
- Cara dan persyaratan untuk memperoleh PBG
- Sanksi PBG
Apa itu PBG?
PBG adalah Persetujuan Bangunan Gedung atau perizinan yang diwajibkan kepada para pemilik banguan gedung dalam membangun atau mengembangkan propertinya.
Sesuai dengan PP Nomor 16 Tahun 2021 Pasal 1 Poin 17, PBG artinya perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
Keluarnya aturan terbaru tersebut otomatis merevisi aturan sebelumnya dalam PP Nomor 36 Tahun 2005 tentang IMB. Berbeda dengan IMB yang merupakan izin yang harus didapatkan sebelum atau saat mendirikan bangunan dengan teknis bangunan harus dilampirkan, maka PBG adalah aturan perizinan yang mengatur bagaimana suatu bangunan harus dibangun.
Baca Juga :
PBG mengatur bagaimana sebuah bangunan memenuhi standar teknis bengunan gedung yang sudah ditetapkan. Standar itu antara lain mencakup standar perencanaan, perancangan bangunan gedung, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi bangunan gedung, serta standar pemanfaatan bangunan gedung.
Selain itu, PBG juga mengatur tentang standar pembongkaran bangunan gedung, penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya (BGCB) yang dilestarikan, ketentuan penyelenggaraan Bangunan Gedung Fungsi Khusus (BGFK), Bangunan Gedung Hijau (BGH), Bangunan Gedung Negara (BGN), ketentuan dokumen, serta ketentuan pelaku penyelenggaraan bangunan gedung.
Jika sebelumnya dalam mengurus IMB pemilik bangunan harus mendapatkan izin itu terlebih dahulu sebelum mendirikan bangunan, maka dalam mengurus PBG, dapat dilakukan selama pelaksanaan mendirikan bangunan sepanjang pelaksanaannya mengacu standar yang ditetapkan pemerintah. Standar teknis ini pun dijelaskan dalam Pasal 1 Poin 17 PP 16/2021.
Meski aturan terbaru mewajibkan pengurusan PBG dalam kegiatan mendirikan bangunan, bukan berarti IMB sudah tidak berlaku sama sekali. Khusus untuk bangunan yang sudah terlanjur mendapatkan IMB di periode sebelum peraturan terbaru ini keluar, maka IMB masih diakui sah.
Bedanya PBG dengan IMB
Pada dasarnya, baik PBG maupun IMB sama-sama merupakan regulasi dalam kegiatan membangun gedung. Hanya saja keduanya memiliki perbedaan dalam aspek teknis, sifat, ketentuan pengurusan hingga cakupan pengaturannya terkait proses mendirikan bangunan.
Perbedaan yang pertama yaitu terkait dengan tahapan. Beda dengan IMB yang harus diselesaikan pemilik gedung sebelum ia memulai kegiatan mendirikan gedung, PBG bisa diurus selama proses pembangunan gedung ataupun setelahnya.
PBG bukan lagi bersifat izin yang harus dipenuhi jika hendak mendirikan bangunan, namun lebih sebagai pelaporan kepada pemerintah atas aktivitas mendirikan bangunan tersebut. Dalam hal ini, pemilik gedung bisa langsung membangun, namun kemudian harus melaporkan fungsi bangunannya serta harus menyesuaikan dengan tata ruang di kawasan ia membangun.
Ketentuan tata ruang ini biasanya bisa ditanyakan langsung ke pejabat pemerintahan setempat di lingkup RT/RW. Perbedaan PBG dan IMB tentunya juga dari segi landasan hukumnya. PBG sebagaimana telah dijelaskan, berdasar pada PP 16/2021, sementara IMB diatur dalam PP Nomor 36 tahun 2005. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki IMB.
Untuk memperoleh PBG ataupun IMB, pemilik gedung sama-sama harus menyampaikan fungsi bangunan, misalnya hunian, atau untuk aktivitas lainnya. Hanya saja ada sedikit perbedaan pada PBG, di mana pemilik yang kemudian melakukan perubahan fungsi bangunan, harus melaporkan agar tidak dikenakan sanksi. Hal ini berbeda dengan IMB yang tidak menyertakan sanksi.
Perbedaan lainnya, IMB mengatur beberapa syarat administratif bangunan, seperti pengakuan status tanah, izin pemanfaatan dari pemegang hak, status kepemilikan bangunan, lalu juga syarat teknis berupa tata bangunan dan keandalan bangunan. Sementara dalam PBG, hanya mewajibkan perencanaan bangunan sesuai dengan tata bangunan.
Cara dan Persyaratan untuk Memperoleh PBG
PBG resmi menggantikan IMB sejak 31 Juli 2021, ditandai dengan peluncuran Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) versi baru oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Layanan berbasis web ini diluncurkan untuk memudahkan masyarakat memperoleh izin PBG sebagai pengganti IMB. Layanan ini dapat diakses melalui https://simbg.pu.go.id. Selain untuk mengurus PBG, web ini juga disediakan untuk pengurungan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG), hingga Rencana Teknis Bangunan (RTB).
Untuk mengajukan permohonan PBG, ada beberapa persyaratan dokumen yang harus dipersiapkan pemohon. Dilansir dari laman https://simbg.pu.go.id, pemohon dalam mengajukan PBG terlebih dahulu harus melengkapi tiga kategori data berikut:
- Data Pemohon atau Pemilik
- Data Bangunan Gedung, dan
- Dokumen Rencana Teknis
Khusus terkait rencana teknis, ada beberapa jenis dokumen di dalamnya, yaitu:
- Dokumen Rencana Arsitektur. Ini meliputi data penyedia jasa perencana arsitektur, konsep rancangan, gambar denah, dan konsep ataupun denah terkait lainnya.
- Dokumen Rencana Utilitas, meliputi perhitungan kebutuhan air bersih, listrik, limbah, sistem proteksi kebakaran, gambar sistem sanitasi, dan sejumlah rancangan terkait lainnya.
- Dokumen Rencana Struktur, meliputi gambar rencana struktur bawah, gambar rencana struktur atas, gambar rencana basement, hingga perhitungan rencana struktur dilengkapi data penyelidikan tanah untuk bangunan gedung lebih dari dua lantai.
- Dokumen Spesifikasi Teknik Bangunan, meliputi keterangan jenis, tipe, hingga karakteristik material yang digunakan secara menyeluruh.
Jika semua persyaratan sudah terpenuhi, Anda bisa memulai proses permohonan PBG secara online melalui website yang telah disediakan oleh pemerintah.
Berbeda dengan IMB, PBG lebih bersifat sebagai aturan perizinan yang mengatur soal bagaimana bangunan harus dibangun. Dan bagi Anda yang cari rumah dengan kualitas bangunan yang baik, coba kawasan Cinere. Untuk harga di bawah Rp700 jutaan, cek di sini!
Sanksi PBG
Secara garis besar, ada dua hal penting yang dicantumkan dalam PBG, yaitu terkait fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung. Dua kategori informasi tersebut wajib ada dalam PBG dan menjadi acuan dari bangunan terkait.
Bila informasi dalam PBG dengan kondisi asli bangunan tidak sesuai, maka pemilik gedung bisa dikenai sanksi karena dianggap telah melakukan pelanggaran. Ada beberapa sanksi administratif bagi pemilik bangunan yang dalam memenuhi kesesuaian penetapan fungsi dalam PBG, berupa peringatan tertulis hingga perintah pembongkaran bangunan.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 PP 16/21 berupa:
- Peringatan tertulis
- Penghentian kegiatan pembangunan
- Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan
- Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung
- Pembekuan PBG
- Pencabutan PBG
- Pembekuan LSF bangunan gedung
- Pencabutan LSF bangunan gedung
- Perintah pembongkaran bangunan gedung
Sanksi tersebut sekaligus juga menyasar bagi pemilik gedung yang tidak mengurus atau tidak memiliki PBG. Gedung yang sedang atau telah didirikan tanpa adanya PBG bisa dihentikan pemanfaatannya bahkan dibongkar oleh pihak berwenang.
0 Komentar